Indonesia di mata dunia adalah negara dengan penduduk yang
ramah, murah senyum, dan baik hati (juga rajin menabung). Memang tidak salah,
jika yang menjadi contoh adalah masyarakat adat yang masih hidup di dalam
suasana adat yang memang syarat dengan budi luhur. Seperti tempat tinggal saya
di pedesaan di daerah Kediri. Bahkan dengan seseorang yang tidak kenal pun,
selalu menyunggingkan senyum ketika berpapasan atau sedang dalam perjalanan.
Namun berbeda halnya dengan kehidupan di kota besar. Seperti Jakarta, Bogor,
dan mungkin kebanyakan kota besar di Indonesia. Keadaan semacam yang saya lihat
di desa sangat jarang terlihat di kota. Perumahan mewah adalah satu contohnya.
Sering saya bertanya kepada teman ataupun saudara perihal bagaimana interaksi
mereka dengan para tetangga, kebanyakan dari teman saya menjawab bahwa mereka
sangat jarang berinteraksi, jangankan menyapa, mungkin kenal pun tidak. Dalam
satu bulannya bisa dihitung berapa kali mereka bertemu dan saling bercengkrama.
Kesibukan kerja lah yang membuat suasana semacam ini menjadi akrab bagi warga
ibukota. Apalagi dengan maraknya teroris yang menyamar dan menghuni sebuah
rumah, seakan menjadi ancaman bagi seseorang untuk mengenal seorang yang lain.
Memang susah mengondisikan diri dalam keadaan masyarakat
semacam ini. Bahkan saya pernah suatu ketika merasa curiga dengan seseorang
yang membantu saya menaruh tas ke rak kereta rel listrik (KRL). Karena memang
tidak bisa dipungkiri kejahatan di atas sarana umum menjadi hal yang dianggap
lumrah bagi masyarakat. Apalagi dengan semakin pintarnya modus para penjahat
untuk mengelabuhi korbannya. Saat itu saya langsung teringat dengan kejadian
yang pernah dialami seorang teman yang pernah kecopetan dalam angkutan umum.
Dengan mengalihkan perhatian sang korban, salah satunya dengan menyuruh korban
untuk menaruh tas ke rak kereta dengan alasan ruang untuk tas bisa diisi dengan
penumpang, rekan pencopet lain dengan leluasa menjelajahi saku kita, tanpa
dirasa tentunya. Sehingga untuk memberi senyuman pun akan muncul perasaan
was-was jika nanti kita menjadi korban kejahatan. Akhirnya pikiran-pikiran
negatif dan curiga inilah yang membuat kita menjadi apatis dengan keadaan orang
lain. Dan pertanyaannya adalah bagaimana mengembalikan citra bangsa Indonesia
sebagai negara dengan penghuni yang ramah dan sopan? Tentu saja jawaban itu ada
di hati pembaca semua dan yang bisa melakukan adalah diri kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar