Rabu, 11 Januari 2012

Ratapan Ibu Periwi


Itulah sebuah lirik lagu berjudul Ibu Periwi yang sempat disampaikan oleh guru kita semasa berada di Taman Kanak-kanak. Sekilas lagu itu mengisahkan tentang hati seorang ibu yang gundah dan bersedih di tengah hartanya yang melimpah. Hal itu tersurat pada lirik laguhutan gunung sawah lautan, simpanan kekayaan…”. Simpanan yang begitu besar tentunya. Namun mengapa Sang Ibu Pertiwi bersedih? Mungkin lagu tersebut merupakan kegelisahan Sang Pencipta lagu terhadap keadaan bangsa Indonesia. Seakan bisa melihat masa depan, lagu yang ada sejak tahun 1950-an ini mengisahkan tentang Indonesia masa kini. Dalam bait pertama lagu ini saya analogikan Ibu Pertiwi adalah Indonesia. Seperti yang kita tahu, bahwa Indonesia memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah ruah. Bahkan dalam lagu koes-plus digambarkan bahwa tongkatpun jadi tanaman di tanah Indonesia. Betapa suburnya tanah air negeri ini. Hutannya yang sangat indah dan terluas nomor 2 di dunia menyimpan keanekaragaman hewan dan tumbuhan yang sangat besar, hingga dikenal sebagai negara mega-biodiversity. Rempah-rempah jugalah yang menggiring pasukan Belanda untuk menginjakkan kaki di Indonesia. Puluhan gunung berapi yang aktif membuat tanah di nusantara ini menjadi sangat subur. Sempat tanah air Indonesia menjadi macan asia karena mampu swasembada beras pada era orde baru (Alm. Presiden Soeharto), juga dengan gelarnya sebagai negara agraris.

Namun mengapa Ibu Pertiwi digambarkan bermuram hati pada bait lagu tersebut? Apa yang menjadi pikirannya, padahal semuanya sudah dimiliki. Mulai sumberdaya darat dan laut. Kondisi saat inilah yang menjadi jawabannya. Indonesia merdeka sejak tahun 1945, 67 tahun sudah umur bangsa ini. Dengan kekayaan alam yang sangat melimpah. Modalnya sudah cukup untuk menjadi bangsa yang besar. Namun keterpurukanlah sekarang yang dirasakan Indonesia. Sungguh sangat haru ketika saya mendengar lagu Ibu Pertiwi terdengar di telinga saya. Sumber daya manusianya lah yang kini sangat melemah. Rasa cintanya terhadap tanah air sudah tidak lagi dirasakan oleh para generasi muda khususnya. Pelajar-pelajar kini memiliki hobi tawuran, tindakan anarki, dan sangat bersahabat dengan Narkoba. Para tetua yang duduk di atas pun memberi contoh tentang bagaimana melakukan korupsi dengan baik dan benar. Masyarakat Indonesia kini menjadi sangat rapuh dalam kesehariannya. Setiap waktu digunakan untuk mencari kesalahan bangsa sendiri. Hingga negara tetangga pun dengan mudahnya mengambil alih pulau-pulau terluar Indonesia dan budaya-budaya Indonesia. Sungguh sebuah kemunduran yang sangat drastic.

Wahai Ibu, maafkanlah anak-anakmu ini. Kami bukan tidak berbakti kepada Engkau. Kami sedang berusaha wahai Ibu, untuk membuat dirimu kembali bangga memiliki anak-anak seperti kami. Kami sangat membutuhkan doa dan semangat darimu ibu. Junjunglah kembali kami menuju senyummu yang dulu engkau berikan padaku.